Lihat ke bawah untuk membaca versi Bahasa Indonesia
Starting Small
Pak Andi grew up in a Jakarta slum, in a house with a dirt floor and walls of woven bamboo. His mum made their living sewing garments in a small factory, and he barely knew his dad.
“I’d peek through the gaps in the walls and watch our neighbours making love,” – Pak Andi throws his head back and laughs at the memory – “If they saw me they’d throw things and hit the walls and yell ‘Go to hell, China!'”
Pak Andi and his friends were born poor, and most of them still are. He tells stories of the guys who became gangsters and drug-dealers. The friends who went to prison. The friends who are dead.
Pak Andi is the one that got away. He built a business from nothing, selling cigarettes and other essentials on Indonesia’s outer islands, and now he owns a shopping mall in Jakarta, lives in a marbled mansion in an exclusive gated community.
Three Steps to the Epiphany
How did he do it? As he tells it, it was simple, really: he watched TV.
“My success all came from the films I used to watch as a kid. I’d watch American movies and see how rich people lived. They’d come home to beautiful houses with servants who opened the door for them and bought them drinks, and I thought, ‘I’d like someone to open the door for me when I come home.’ So I decided I wanted to get rich, and I was ready to work hard to do it.
“I used to watch old Japanese war films and I learned from the fighting spirit of the Japanese soldiers – they achieve their mission, or they die trying. Failure is not an option for them. So I took this attitude in life and in business. If you want something, you’ve got to make it happen – no excuses, you have to succeed. Tidak boleh tidak – not allowed to not.
“And I loved MacGuyver! He taught me creativity – whatever problem he was facing, he found a way around it – McGuyver could get out of anywhere by building something from paperclips and bits of old rubbish.”
Like building a mansion from dirt and bamboo.
Thanks for reading – if you enjoyed the post please it or share with a friend – social links at bottom of the post.
Tanah menjadi marmer
Pak Andi besar di permukiman kumuh di DKI Jakarta. Rumah keluarganya berlantai tanah, berdinding anyaman bambu. Ibunya bekerja di konveksi, dan ayahnya tidak ada dari waktu Pak Andi kecil.
“Kami miskin benar saat itu. Pada malam hari saya mengintip tetangga saya bersetubuh melalui celah-celah anyaman rumah,” tutur Andi, sambil tertawa berbahak-bahak. “Kalau terlihat, marahlah mereka – saya dilempari barang dan diteriaki ‘Hai Cina! Enyahlah!'”
Pak Andi dan temannya sekampung terlahir dalam kemiskinan, dan kebanyakan dari mereka tetap miskin. Dia bercerita tentang temannya yang menjadi preman dan pedagang narkoba. Teman yang dipenjarakan. Teman yang mati.
Pak Andi satu-satunya yang lepas dari latar belakangnya. Sedikit demi sedikit dia membangun bisnisnya, mulai dengan jual-beli barang di Jakarta, dan setelah itu dia menjual rokok dan barang elektronik di pulau-pulau lain, sehingga menjadi kaya. Sekarang Pak Andi memiliki sebuah mall di Jakarta, dan rumah berlantai tanah itu ditukar dengan sebuah istana berlantai marmer di perumahan elit.
Tiga rahasia menjadi kaya
Apa sih, rahasianya menjadi kaya? Menurut Pak Andi, rahasia menjadi kaya adalah… menonton TV.
“Cikal bakal kesuksesan saya dari film yang saya tonton pada masa kecilku. Saya doyan nonton film Amerika yang tokohnya orang kaya. Saya kagum dengan gaya hidup mereka – pulang malam ke rumah yang mewah-mewah, dilayani pembantu yang menyiapkan minuman bagi bossnya. Dan saya pikir, ‘Betapa indahnya kalau nanti saya punya pembantu yang membuka pintu rumah bagi saya ketika saya pulang kerja.’ Jadi saya putuskan – saya akan menjadi kaya, dan saya siap berjuang untuk menjadi orang sukses.
“Saya juga suka nonton film Jepang yang lama, film perang. Saya belajar dari jiwa prajurit tentara jepang, yang tidak pernah mengalah. Bagi tentara Jepang, hanya ada dua pilihan: sukses, atau mati. Tidak boleh gagal. Saya ambil sikap ini dalam kehidupan saya, dan khususnya dalam bisnis. Kalau kita ingin sukses, kita harus berjuang mati-matian. Jangan kasih alasan kenapa kamu gagal. Harus sukses – tidak boleh tidak.
“Dan pengaruh terakhir… MacGuyver! I love MacGuyver. Orangnya hebat – dari dia saya belajar kreatifitas untuk mengatasi masalah. Seburuk apapun situasi yang dia hadapi, MacGuyver bisa menanganinya dengan kreativitas dan kecerdasannya yang luar biasa. Menggunakan penjepit kertas dan sampah pun, apa saja dia bisa.”
Ibarat membangun istana dari tanah dan anyaman bambu.
Like this:
Like Loading...